Pencarian Berita

GDPR Compliance

We use cookies to ensure you get the best experience on our website. By continuing to use our site, you accept our use of cookies, Privacy Policy, and Terms of Service.

Shopping cart

Saved articles

You have not yet added any article to your bookmarks!

Browse articles

Media Sosial Antara Madu dan Racun

Penulis: H. Saleh Maran • Editor:

Spektroom.id Mendengarkan ceramah agama di mesjid merupakan ikhtiar untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Ketika seorang penceramah menyampaikan materi ceramahnya yang bersentuhan dengan pengetahuan umum adalah menarik untuk disimak, terlebih terkait dengan situasi masa kini, seperti masalah media Sosial atau internet. Misalnya seseorang menyiarkan berita secara "live" di samping Ka'bah, lalu berkata "dipersilakan pemirsa meminta do'a apa ?" ,tentunya hal itu positif saja dilakukan dengan ikhlas.
Adalah ustadz Fauzi Rahmani yang dalam hal ini bisa kita daulat sebagai pengamat sosial kemasyarakatan menirukan gaya bahasa media sosial : “hallo guys, saya disini (maksudnya disamping ka’bah), ayo ketik minta do’a apa?” , tentunya pada akhirnya bila gadget dipegang oleh seseorang tontonan itulah yang mempengaruhi tabiat atau akhlaqnya.
Dalam kapasitas sebagai pengamat sosial kemasyarakatan setelah selesai ceramah agama spektroom.id menyambangi Ustadz Fauzi Rahmani tentang keberadaan sosial media apakah madu atau racun?, beliau jawab “kedua-duanya, yaitu hal-hal positip seperti transformasi ilmu, namun perlu penguatan literasi di media sosial dengan validasi, check and rechek, tabayyun dan diverifikasi, apalagi generasi senior yang sudah terbiasa dapat informasi yang tervalidasi, seperti TVRI zaman dulu dan surat kabar semua informasinya valid.
Generasi tua sudah terbiasa informasi tervalidasi dan langsung percaya, sangat berbeda dengan yang akhir-akhir ini di media sosial, disini media sosial berbahaya, karena semua orang bisa menulis atau memproduksi audio atau tulisan atau video

Artikel terkait