Pencarian Berita

GDPR Compliance

We use cookies to ensure you get the best experience on our website. By continuing to use our site, you accept our use of cookies, Privacy Policy, and Terms of Service.

Shopping cart

Saved articles

You have not yet added any article to your bookmarks!

Browse articles

MBG : Menu relevan dengan konteks lokal?

Penulis: Anggoro Anantopuspo • Editor: Anggoro Anantopuspo

Spektroom.id - Bandarlampung : Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang diluncurkan pada awal tahun ini sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengatasi stunting dan malnutrisi, kini menghadapi tantangan serius.

Betapa tidak, kasus keracunan MBG yang kembali terjadi belum lama  ini di sejumlah daerah, telah menimbulkan kekhawatiran publik mengenai standar keamanan pangan dalam program ini.

Adalah Nalsali Ginting, Advocacy Officer IYCTC menilai bahwa meski masih terlalu dini dalam menilai keberhasilan dari program MBG secara menyeluruh, pengawasan sejak dini sangat penting dilakukan agar adanya check and balance dalam implementasi program.

Tujuan dari program ini sejatinya sangat baik, untuk membantu keluarga pra sejahtera, setidaknya mendapatkan keringanan finansial, makanan yang bergizi untuk anak agar mendorong prestasi belajar di sekolah, dan berjalannya perputaran ekonomi pada skala UMKM.

Lebih dari itu, Nalsali Ginting menyoroti pentingnya kandungan gizi dan menu makanan, perlu disesuaikan dengan khas makanan dari daerah sasaran.

Ya, tidak berlebihan, jika hal ini sebagai upaya memudahkan adaptasi masyarakat dalam program ini, sehingga tidak menghilangkan konteks budaya terkhusus pada sektor makanan.

Kita tahu, bumi Nusantara yang gemah Ripah loh jinawi ini, punya kekayaan pangan luar biasa.

Mengapa kok, Menu relevan dengan konteks lokal?

Begini penjelasannya. Didaerah pesisir, prioritas menu makanan mereka hanya sebatas ikan, sedangkan di wilayah pedalaman, sumber karbohidrat bisa saja bukan nasi namun ubi, kentang, atau sagu.

Yang perlu digarisbawahi, Jangan sampai anak sehat di sekolah karena MBG, tapi sampai rumah malah terkepung dengan paparan asap rokok dari orang tua.

Padahal kita tahu, paparan asap rokok itu juga berisiko terhadap tumbuh kembang anak, belum lagi terbayang jika anak ingin belajar, orang tuanya merokok di rumah, pasti akan terganggu ketika belajar.

Secara yuridis payung hukum yang berguna sebagai panduan standar pelayanan program ini menjadi sangat penting untuk memastikan Program MBG berjalan terstruktur dan sesuai tujuan.

Tanpa itu, pelaksanaan, distribusi, dan evaluasi program terhambat, serta tidak ada standar jelas soal keamanan pangan.

Bahkan Kepala Departemen Keilmuan dan Pendidikan BEM FIKES Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Nailah Alifah Auliyaa, berpendapat, program ini wajib SOP, agar mekanisme dapur produksi MBG bisa betul betul higienis, tetap berkualitas, terutama pengawasan pekerja dapur jangan sampai terpapar zat berbahaya, sepert rokok.

Residu asap rokok dapat menempel pada permukaan dan mengontaminasi makanan.

Merujuk pada data yang menunjukkan terdapat lebih dari 1.000 kasus keracunan makanan pada program MBG, dengan Jawa Barat sebagai wilayah terbanyak.

Oleh karenanya, pemerintah segera untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan meningkatkan sistem keamanan pangan.

Terlepas dari itu, kita hanya bisa berharap, Menu relevan dengan konteks lokal ini bisa dipergunakan untuk pemenuhan gizi dan kebutuhan keluarga yang menunjang pendidikan anak.(@Ng)
(dari berbagai sumber)

Artikel terkait